5 Prioritas Untuk Memajukan PendidikanIndonesia

5 Prioritas Untuk Memajukan Pendidikan Indonesia

Pemerintah Indonesia sudah sukses memperluas akses pembelajaran untuk warga. Dengan nyaris seluruh anak di Indonesia saat ini bisa bersekolah, gimana membenarkan mereka menemukan pendidikan bermutu serta memahami keahlian cocok jenjang pembelajaran yang mereka tempuh? Berikut 5 langkah prioritas yang dirangkum dari penemuan studi- studi RISE di Indonesia ataupun di negara- negara lain.

5 Prioritas Untuk Memajukan PendidikanIndonesia
5 Prioritas Untuk Memajukan PendidikanIndonesia
1. Berkomitmen terhadap kemampuan keahlian bawah literasi serta numerasi

kami sudah menulis tentang berartinya fokus kepada kenaikan keahlian bawah siswa: literasi serta numerasi. Dalam Policy Paper“ Focus to Flourish: Five Actions to Accelerate Progress in Learning”( download di sini) yang diterbitkan oleh RISE Programme, ditekankan kalau komitmen terhadap pendidikan bawah wajib jadi prioritas politik yang menekan supaya pergantian lekas terjalin serta bisa diterjemahkan ke dalam perencanaan anggaran serta program.

2. Mengukur pendidikan secara berkala, akurat, serta relevan

Mengukur pendidikan butuh dicoba bukan buat memastikan lulus ataupun tidaknya siswa, bagus ataupun tidaknya mutu sekolah, melainkan buat mengenali apakah siswa telah memahami keahlian cocok dengan jenjang pembelajaran yang mereka tempuh.

Di tingkatan kelas, asesmen dibutuhkan buat memandang kemajuan pendidikan masing- masing siswa. Perihal ini berarti dicoba sebab bersumber pada analisis regu periset RISE dalam Profil Pendidikan, bila kanak- kanak Indonesia tidak memahami keahlian bawah numerasi pada kelas 6, hingga mungkin besar mereka tidak hendak sempat menguasainya walaupun terus naik kelas. Sementara itu, tujuan asesmen yang baik merupakan buat berikan data secepat bisa jadi mutu pendidikan yang lagi berlangsung.

Uji yang digunakan dalam asesmen wajib bisa menyamakan kemajuan belajar siswa secara berkala alih- alih yang bertabiat evaluasi di akhir pendidikan. Oleh sebab itu, mindset dari guru, sekolah, dan Pemerintah pula butuh diganti dari yang lebih dahulu“ Assessment of Learning” jadi“ Assessment for Learning”. Di tingkatan sekolah serta wilayah, asesmen berarti buat memperhitungkan kinerja sistem pembelajaran secara lebih luas. Dengan begitu, pembentuk kebijakan bisa memastikan intervensi yang pas buat menolong para siswa supaya bisa belajar cocok dengan tujuan pembelajaran.

3. Menyelaraskan sistem dengan komitmen pembelajaran

Tujuan sistem pembelajaran cuma dapat tercapai apabila bermacam elemen di dalamnya berjalan dengan selaras serta menuju kepada tujuan ataupun komitmen yang sama. Keselarasan bermacam elemen dalam sistem pembelajaran butuh terwujud di seluruh susunan, mulai dari kebijakan di tingkatan pusat, wilayah, sampai kelas. Misalnya, kala Indonesia berkomitmen buat tingkatkan akses pembelajaran pada tahun 1970- an, pemerintah membangun lebih dari 60. 000 sekolah bawah lewat program Sekolah Bawah INPRES. 2 dekade setelah itu, nyaris segala anak Indonesia sanggup mengenyam pembelajaran bawah.

Risa Wardatun Nihayah, pada presentasinya terpaut sistem pembelajaran dalam kegiatan” Temu Media: Saran RISE buat Obati Krisis Pendidikan”( tonton rekaman acaranya di sini), mengatakan kalau keselarasan dalam sistem pembelajaran hendak tingkatkan akuntabilitas. Misalnya, dalam usaha perekrutan guru di Indonesia yang tumpang- tindih. Bila proses tersebut selaras, hingga seluruh elemen ini hendak ikut andil dalam memajukan mutu guru di Indonesia mulai dari sistem perekrutannya. Tetapi, sepanjang ini kita tidak memandang terdapat kedudukan dari politisi buat mendesak kenaikan mutu dalam perekrutan guru, begitu pula dengan elemen- elemen lain dalam sistem pembelajaran ini.

Dikala ini, Indonesia mengalami tantangan berbentuk rendahnya mutu pembelajaran yang tercermin dari rendahnya kemampuan keahlian bawah literasi serta numerasi. Oleh sebab itu, bermacam elemen dalam sistem pembelajaran butuh serempak memfokuskan atensi pada tujuan ataupun komitmen buat menanggulangi permasalahan tersebut.

Pada program pembelajaran guru, misalnya, butuh diciptakan kurikulum yang membekali calon guru dengan pengetahuan menimpa metode mengajar literasi serta numerasi. Kemudian pada perekrutan guru, butuh disepakati kalau tujuannya merupakan merekrut guru- guru yang bermutu ataupun mempunyai kompetensi mengajar yang baik. Riset RISE tentang perekrutan guru menciptakan perekrutan guru sepanjang ini belum berorientasi pada penyaringan guru yang bermutu. Perihal ini terjalin sebab terdapat ketakselarasan komitmen di antara pihak- pihak yang ikut serta dalam proses perekrutan. Pembagian kewenangan pada lembaga- lembaga yang ikut serta dalam proses perekrutan guru—Kementerian PANRB, Kemendikbud, Departemen Keuangan, serta pemerintah daerah—masih tumpang- tindih. Tiap lembaga seakan mempunyai tujuan tiap- tiap sehingga hasil perekrutan tidak maksimal. Realitas ini ikut berkontribusi pada rendahnya kinerja guru di Indonesia.

Contoh terwujudnya keselarasan pada sistem pembelajaran di tingkatan lokal ditemui oleh riset RISE yang mengkaji inovasi pembelajaran di tingkatan wilayah. Di Kota Yogyakarta, kepala daerahnya mempunyai komitmen kokoh terhadap mutu pembelajaran. Kepala wilayah ataupun birokratnya sering mencermati masukan dari bermacam pihak supaya bisa membagikan pelayanan terbaik yang bisa tingkatkan mutu pembelajaran.

Tidak hanya itu, ada inovasi pembelajaran di Yogyakarta yang diinisiasi oleh warga serta setelah itu disahkan jadi kebijakan lokal. Rasa yakin masyarakat yang kokoh terhadap pimpinan wilayah serta jajarannya mendesak mereka buat seia sekata melaksanakan kebijakan- kebijakan yang bertujuan tingkatkan mutu pembelajaran. Hasil penemuan ini sudah dipresentasikan kepada para pemangku kepentingan pembelajaran di Kota Yogyakarta dan kabupaten/ kota dekat dalam Workshop Diseminasi Hasil Riset RISE“ Belajar dari Inovasi Kebijakan Pembelajaran di Kota Yogyakarta”( ikuti presentasinya).

4. Menunjang guru dalam proses belajar mengajar

Guru butuh menemukan bekal serta sokongan yang mencukupi buat bisa mengajar secara efisien. Sokongan tersebut diberikan semenjak calon guru mengenyam pembelajaran di program pembelajaran keguruan ataupun pembelajaran profesi guru( prajabatan) sampai sepanjang guru menempuh profesinya( dalam jabatan). Guru yang bermutu merupakan guru yang sanggup mempraktikkan pengajaran yang efisien. Oleh sebab itu, buat menghasilkan serta mempertahankan guru yang bermutu, sokongan ini wajib berjalan secara berkesinambungan supaya mereka bisa mengajar dengan efisien secara selalu.

Tetapi, riset RISE yang mengevaluasi pembelajaran guru menciptakan kalau lulusan program Pembelajaran Profesi Guru/ PPG prajabatan merasa ilmu yang mereka peroleh dari program tersebut sangat teoretis serta tidak menolong mereka dalam mengalami tantangan mengajar di dalam kelas. Program pembelajaran guru pula belum berikan pembekalan yang mencukupi untuk calon guru buat bisa mengajar literasi serta numerasi. Sementara itu, rendahnya kemampuan keahlian literasi serta numerasi bawah pada siswa Indonesia jadi pangkal permasalahan dari rendahnya hasil pendidikan siswa Indonesia sepanjang bertahun- tahun.

Oleh sebab itu, program pembelajaran guru butuh lebih fokus membekali calon guru dengan pengetahuan menimpa metode mengajar yang efisien, spesialnya dalam mengajar literasi serta numerasi. Jadi, guru bukan semata- mata mengantarkan modul pendidikan kepada siswa. Sokongan yang diberikan kepada guru bisa disesuaikan dengan tingkat kompetensinya. Sokongan buat guru baru, misalnya, pasti berbeda dengan sokongan yang dibutuhkan guru yang telah mengajar sepanjang bertahun- tahun. Guru baru membutuhkan induksi ataupun pendampingan yang mencukupi dalam masa transisi dari calon guru jadi guru yang mengajar di dalam kelas. Sedangkan, guru yang telah mengajar sepanjang bertahun- tahun, yang mempunyai tingkatan kompetensi yang lebih besar, butuh meningkatkan keahlian mengajarnya cocok dengan pergantian era maupun permasalahan yang dialami di kelasnya.

Sampai dikala ini, guru- guru kerap jadi pihak yang disalahkan dalam rendahnya hasil pendidikan siswa, sementara itu sistem pembelajaran kita belum seluruhnya menunjang mereka buat bisa mengajar dengan baik serta efisien, malah terbuat bimbang dengan seluruh komponen yang tidak selaras. Misalnya saja kurikulum serta novel paket, kedua“ kitab suci” yang digunakan guru buat mengajar ini belum menunjang pengajaran literasi serta numerasi.

Oleh sebab itu, bersumber pada Policy Paper“ Focus to Flourish: Five Actions to Accelerate Progress in Learning”( download di sini), terdapat 2 perihal yang butuh menemukan atensi para pembentuk kebijakan buat menghasilkan ekosistem yang menunjang guru buat mengajar dengan baik:

  1. Memfokuskan kembali pengembangan handal pada keahlian mengajar, serta
  2. Reformasi karier guru buat menarik, mempertahankan, serta memotivasi guru supaya bisa mengajar secara bermutu( tonton video RISE tentang“ Ekspedisi Karier Guru dalam Sistem Pembelajaran Indonesia”).
5. Mengadaptasi pendekatan dalam mengambil kebijakan pendidikan

Desentralisasi pembelajaran memunculkan konsekuensi berbentuk permasalahan pembelajaran yang bermacam- macam antarkabupaten/ kota. Mengingat Indonesia merupakan negeri luas dengan 514 kabupaten/ kota, hingga pemecahan permasalahan pembelajaran tidak dapat memakai pendekatan one size fits all, melainkan wajib disesuaikan dengan perkara yang dialami masing- masing wilayah.

Riset RISE terpaut inovasi kebijakan pembelajaran di wilayah mempelajari sebagian kabupaten/ kota buat memandang menyesuaikan diri kebijakan buat menanggulangi krisis pendidikan serta disesuaikan dengan kondisi sosial budayanya. Di Kota Bukittinggi, misalnya, terdapat sebagian kebijakan pembelajaran terbuat sebab kedudukan aktif kepala sekolah serta partisipasi keluarga, ialah program supervisi silang serta sekolah keluarga. Walaupun tidak terdapat insentif, namun program- program ini bisa berjalan secara berkepanjangan di Bukittinggi sebab jaringan kekerabatan yang sangat kokoh. Sedangkan itu di Yogyakarta, pendidikan didukung oleh partisipasi aktif dari orang tua serta warga, yang biasa diketahui dengan Paguyuban Orang Tua serta Jam Belajar Warga( JBM). Kedua program ini didorong oleh tradisi kerja sama di Yogyakarta: handarbeni serta guyub rukun.

Tetapi, nyatanya bersumber pada penemuan RISE, banyak pemerintah wilayah yang sesungguhnya belum mempunyai kapasitas yang lumayan buat mendesain inovasi kebijakan pembelajaran di daerahnya. Oleh sebab itu, mereka memerlukan sokongan dalam mengadaptasi kebijakan sehingga cocok dengan konteks lokal. Pemerintah Pusat butuh memetakan wilayah yang butuh dorongan ekstra supaya kebijakan yang dilahirkan bisa fokus pada kenaikan mutu pendidikan. Sedangkan itu, pemerintah wilayah pula bisa bekerjasama dengan elemen warga lain, semacam organisasi pangkal rumput ataupun pihak swasta, dalam mendesain serta melaksanakan inovasi pembelajaran.

Bantu RISE dalam menyebarkan 5 Prioritas Kebijakan Pembelajaran ini kepada para pembentuk kebijakan serta pemangku kepentingan pembelajaran supaya kita dapat bersama- sama melawan krisis pendidikan! Kunjungi️ https://openbadje.com/ Actions buat ketahui lebih lanjut tentang kampanye ini.